Optimalisasi Peran Ibu Dalam Pelaksanaan Belajar Dari Rumah(BDR) untuk Mengatasi Masalah Kesehatan Mental  Anak di Masa Pandemi Covid-19

By : Niken Yuniarti, M.Pd

Pandemi covid-19 telah berlangsung selama satu tahun lebih hingga mempengaruhi kesehatan mental masyarakat. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap kesehatan mental anak pada usia pra sekolah hingga usia menengah dan tak terelakkan juga pada siswa sekolah tinggi. Banyak faktor yang mendapatkan imbas dengan adanya pandemi covid-19 ini antara lain pada sektor ekonomi. Selain pada sektor ekonomi yang tidak kalah berdampak berat akibat pandemi ini adalah sektor pendidikan. Proses kegiatan belajar mengajar yang dulu dilaksanakan secara tatap muka, kini dialihkan secara online yaitu Belajar Dari Rumah (BDR). 

Pada pelaksanaan Belajar dari Rumah (BDR), yang mendapatkan tugas tambahan dalam pendampingan belajar adalah keluarga, khususnya ibu. Bagi ibu yang sehari-harinya harus mengatur kebutuhan keluarga, kini bertambah beban menjadi pendamping belajar putra-putrinya. Beban ini menjadi jauh lebih berat bagi pekerja perempuan yang berperan sebagai ibu, sehingga mengakibatkan tingginya tingkat stress yang berpotensi melahirkan kekerasan. Para ibu yang mengalami tekanan psikologis memiliki potensi kuat tidak mampu menahan dan menyeimbangkan dirinya dalam mendampingi belajar anak. Sebagai akibatnya, anak-anak pun rentan mengalami kekerasan ketika terjadi Belajar Dari Rumah (BDR).

Hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 8-14 Juni 2020 dengan melibatkan 25.164 responden menunjukkan bahwa anak-anak mengalami kekerasan psikis dan fisik selama pandemi. Kejutan lain dari survei tersebut adalah bahwa ternyata pelaku terdekat merupakan keluarga inti, seperti ibu, ayah, saudara, kakek, nenek, hingga asisten rumah tangga. Berbagai bentuk kekerasan tersebut terjadi saat pelaksanaan Belajar dari Rumah (BDR) berlangsung.

Kekerasan psikis dan fisik sebagaimana tergambar di atas berdampak terhadap gangguan kesehatan mental pada anak. Salah satu gangguan kesehatan mental tersebut adalah gangguan psikosomatik, rasa cemas, panik dan ketakutan. Anak-anak yang mengalami gangguan kesehatan mental akan merasakan beberapa gejala psikosomatik. Terlebih lagi jika anak tersebut juga memiliki organ biologis yang lemah (Nurkholis, 2020).

Selain kekerasan fisik dan psikis, terjadi pula pembentukan karakter yang tidak baik pada anak. Dikarenakan obsesi dari orang dewasa di sekitarnya, maka tugas-tugas sekolah pun dikerjakan oleh orang tua atau yang mendampinginya.

Dengan demikian, berdasarkan uraian latar belakang di atas dan pokok permasalahan tentang adanya potensi gangguan mental anak pada masa pandemi, maka objek kajian tulisan ini adalah perihal pengoptimalan peran ibu dalam mendampingi anak-anaknya selama kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) berlangsung.

Pembelajaran secara online atau Belajar Dari Rumah (BDR) akan efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional jika dirancang secara efektif dengan memperhatikan sarana pendukung teknologi, model pemanfaatan teknologi informasi serta model interaksi yang digunakan oleh tiga aspek; interaksi pendidik- pembelajar, interaksi pembelajar-pembelajar, dan interaksi multi arah yang melibatkan pendidik- pembelajar dan sumber belajar. Hubungan antara pendidik-pembelajar dan sumber referensi dapat dilakukan dengan cara mengakses sumber yang dirancang sendiri atau yang dikelola oleh pendidik, dan juga sumber-sumber lain yang diperoleh secara manual tradisional (Yaumi & Damopolii, 2019).

Pelaksanaan Belajar dari Rumah (BDR) dengan metode online atau daring (dalam jaringan) terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang memiliki pengaruh pada proses dan hasil pembelajaran. Beberapa keuntungan dari pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR) antara lain:

1. Guru berusaha menambah keterampilan mengajar baik pengayaan model pembelajaran, media pembelajaran, serta teknik-teknik kegiatan mengajar yang lebih varian.

2. Guru berusaha belajar dan menggunakan berbagai macam jenis teknologi informasi. Karena guru dituntut untuk tetap aktif dalam meng-update berbagai macam aplikasi pembelajaran online, agar menjadi menarik dan semangat bagi peserta didik.

3. Orang tua dapat lebih memantau dan mengetahui perkembangan belajar anaknya. 

4. Orang tua pun dituntut untuk memahami pembelajaran online dan tidak gagap teknologi.

5. Anak akan lebih sering berkonsultasi langsung dengan orang tua mengenai masalah yang dihadapinya, sehingga dapat mempererat ikatan orang tua dan anak.

6. Anak akan belajar menghargai waktu yang ada, sebab beberapa aplikasi pembelajaran ter-setting waktu batas pengumpulan tugas.

7. Anak juga termotivasi dalam mengikuti perkembangan teknologi pembelajaran online, sehingga mampu mengurangi dampak negatif penggunaan internet.

Selain hal di atas, terdapat kerugian atau dampak negatif dari pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR), antara lain:

1.  Anak atau keluarga ada yang merasa kesulitan untuk belajar secara online karena ketidakmampuan secara ekonomi untuk pengadaan kuota internet.

2.  Anak mengalami kejenuhan Belajar Dari Rumah (BDR), karena ingin bertatap muka dengan guru dan teman teman serta tekanan kesempurnaan dalam pengerjaan tugas dari orang tua juga menjadi salah satu faktor kejenuhan.

3.  Anak kurang memahami materi karena ada beberapa mata pelajaran yang memerlukan praktek.

4.  Beberapa orang tua merasakan terbeban dalam mendampingi anak karena kurangnya pengetahuan orang tua serta standar orang tua dalam ketuntasan belajar sangatlah tinggi.

Ada atau tidaknya pembelajaran online (dalam jaringan), rumah adalah pusat pendidikan yang pertama. Rumah sebagai lingkungan terdekat anak menjadi bermulanya terbentuk sebuah karakter anak. Individu yang memiliki peran utama dalam hal ini adalah ibu, tentunya tanpa mengenyampingkan peran ayah sebagai pendukung jalannya berjalannya proses pendidikan.

Sehingga ibu harus berusaha optimal untuk mengetahui, memahami, mempraktikkan, mengevaluasi dan mengkomunikasikan berbagai hal tentang pendidikan agar saat mendampingi anak-anak berproses tidak terjebak pada standar-standar sukses versi pendamping tanpa mempedulikan gaya belajar anak, tujuan pembelajaran dan lain sebagainya. Apalagi ditambah dengan beban-beban kerja harian ibu baik di dalam rumah, maupun ibu yang memiliki tanggung jawab lain di luar rumah.

Kesiapan bekal seorang ibu sangat mempengaruhi proses pembelajaran anak yang didampinginya saat belajar. Adapun beberapa bekal utama yang sekiranya dipersiapkan sejak dini oleh seorang ibu adalah  Senantiasa meng-upgrade keilmuan, terutama terkait pendidikan. Diantaranya memahami tahap perkembangan kognitif anak, macam-macam gaya belajar anak, metode pembelajaran, model pembelajaran dan lain sebagainya. Dengan upgrading keilmuan dan berkenan mempraktikkannya, ibu akan lebih terkendali kondisi psikisnya saat menghadapi berbagai kesulitan pendampingan belajar.

Pengetahuan pertama yang perlu diketahui seorang ibu dalam mengoptimalkan peran ibu dalam kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) adalah memahami pengetahuan tentang perkembangan kognitif anak. Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis mulai dari masa bayi hingga dewasa, menurut Piaget perkembangan yang berlangsung melalui empat tahap, yaitu:

1.              Tahap sensorimotor            : 0 – 1,5 tahun 

2.              Tahap pra-operasional        : 1,5 – 6 tahun 

3.              Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun 

4.              Tahap operasional formal  : 12 tahun ke atas

Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun mungkin setiap tahap dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk memungkinkan logika jenis baru atau operasi. (Matt Jarvis, 2011:148). 

Pengetahuan kedua untuk mengoptimalkan peran ibu dalam Belajar Dari Rumah adalah memahami beberapa gaya belajar anak. Ada beberapa macam gaya belajar anak (Dwi Widayanti, 2013). Diantaranya adalah:

  1. Gaya belajar kinestetik. Ciri-ciri anak yang memiliki gaya belajar kinestetik adalah menyukai gerak aktif. Ia akan sangat merasa nyaman beraktivitas sosial, kesenian, ataupun olahraga. Anak kinestetik memiliki kendala. Diantaranya adalah karena kurang senang diam, maka ia kerap kali dianggap anak nakal. Ia merasa sulit mempelajari hal-hal yang sifatnya abstrak, seperti simbol matematika. Solusi untuk anak bergaya belajar kinestetik adalah agar orang tua dan guru lebih memilih model belajar active learning, dimana anak lebih banyak terlibat dalam proses belajar. 

  2. Gaya belajar auditori. Ciri-ciri anak yang memiliki gaya belajar auditori adalah anak lebih suka dibacakan cerita dengan berbagai intonasi. Suka membaca dengan suara nyaring. Lebih senang mengungkapkan emosinya dengan verbal. Anak auditori memiliki kendala, yaitu kurang bisa mengingat apa yang dibacanya bila tidak disuarakan. Cenderung banyak bicara atau sebaliknya, ia akan menjadi pendiam. Kurang bisa belajar dalam suasana berisik atau gaduh. Lebih memperhatikan informasi yang ia dengar sehingga cenderung abai pada lingkungan sekitarnya. Anak dengan tipe gaya belajar ini bisa didampingi proses belajarnya dengan teknik mengulang-ulang, atau menggunakan metode belajar drilling dengan suara dan intonasi yang berbeda-beda. 

  3. Gaya belajar visual. Gaya belajar ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sangat suka membaca, ia juga senang sekali menonton, melihat gambar, dan aneka bentuk. Anak bergaya belajar ini memiliki kepekaan terhadap warna. Anak bergaya belajar visual memiliki beberapa kendala, diantaranya kurang menangkap pesan yang disampaikan secara lisan, sehingga orang lain mengira seolah dia tidak mendengarkan atau tidak peduli. Tipe anak visual sangat sulit mengungkapkan apa yang ingin  dikatakan. Kurang begitu suka mendengarkan orang lain terlalu lama. Tidak begitu suka berbicara di depan publik. Kebanyakan anak visual merasa kesulitan dalam menyimak isi pembicaraan jika tidak berhadapan langsung dengan pembicara. Beberapa solusi pendampingan belajar untuk anak visual adalah menggunakan bentuk grafis, gambar, warna, film, kartu bergambar untuk membantu belajar. Memberikan kesempatan untuk memvisualisasikan atau membayangkan objek tema yang sedang ia hafal atau ia pelajari. 

 Pengetahuan ketiga dalam mengoptimalkan peran ibu dalam kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) yaitu membangun komunikasi dengan pihak sekolah bilamana terjadi sesuatu hal yang dirasa kurang pas dalam proses Belajar Dari Rumah (BDR). 

 Pengetahuan keempat yaitu membangun komunikasi dengan anak. Diantaranya dengan cara berkomunikasi sebelum mulai pembelajaran dimulai. Hal ini bisa membangun kesepakatan-kesepakatan yang bukan berasal dari ibu saja namun dari anak juga. Aktivitas ini disebut dengan kontrak belajar. Fungsi komunikasi pada kesepakatan-kesepakatan dalam kontrak belajar ini sebagai rambu-rambu pengingat jika saat pelaksanaan tiba-tiba anak keluar jauh dari kegiatan belajar.

Berbagai trik dan kiat yang ditawarkan pada tulisan ini bisa dijadikan referensi bagi kaum ibu mendampingi proses Belajar Dari Rumah (BDR) saat masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini, diantaranya adalah: meng-upgrade pengetahuan pendidikan seperti memahami perkembangan kognitif anak, macam- macam gaya belajar anak: kinestetik, auditori, dan visual; membangun komunikasi dengan pihak sekolah; dan, membangun komunikasi dengan anak.

Dengan berbagai solusi tersebut, diharapkan anak-anak yang sedang melaksanakan proses pembelajaran di rumah dapat menambah pengetahuan dengan cara yang nyaman dan menyenangkan, sehingga dapat meminimalisir potensi gangguan kesehatan mental yang mungkin terjadi pada anak sebagai akibat dari proses pembelajaran yang berlangsung tidak sebagaimana mestinya.

 

Dwi Widayanti, F. (2013). Pentingnya Mengetahui Gaya Belajar Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran di Kelas. ERUDIO, 2(1). Retrieved from https://erudio.ub.ac.id/index.php/erudio/article/view/228

JPNN. (2020). Survei KPAI Ungkap Bentuk Kekerasan pada Anak Selama PJJ Akibat Pandemi - Nasional JPNN.com. Retrieved July 26, 2020, from https://www.jpnn.com/ website: https://www.jpnn.com/news/survei-kpai-ungkapbentuk-kekerasan-pada-anak-selama-pjj- akibat-pandemi

Matt Jarvis, Teori-Teori Psikologi, Cet. X, Bandung: Nusa Media, 2011, hal. 142

Previous
Previous

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR PPKN DALAM MENUMBUHKAN KESADARAN HUKUM

Next
Next

PERANAN ISLAM DALAM KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA!